Jumat, 03 Februari 2012

MY CITY

 

Sejarah Kabupaten Ponorogo









Napak Tilas Sejarah Ponorogo Kabupaten Ponorogo terletak 200 Km arah barat daya kota Surabaya,

 Jawa Timur, Indonesia. Kabupaten yang terkenal dengan Reyog (bukan reog) ini mempunyai

 hari jadi yang unik. Karena menganut penanggalan jawa, yaitu tepat pada 1 Suro.

Pada tanggal 20 Januari 2007 atau 1 Suro 1940 ini kabupaten Ponorogo berusia 510 tahun.

Seperti daerah lainnya di Indonesia, untuk memperingati ulang tahun kabupaten Ponorogo

diadakan beberapa kegiatan. Salah satunya adalah napak tilas sejarah yang diadakan pada

hari Jumat, 20 januari 2007. Napak tilas tersebut diadakan untuk mengingat kembali proses

perpindahan pusat pemerintahan Ponorogo dari kota lama ke kota baru. Kota lama berada

di kompleks pemakaman Betoro Katong di Desa Setono, Kec Jenangan, Ponorogo.

Sedang kota baru berada pusat kota pemerintah kabupaten Ponorogo saat ini, yaitu alun-alun

dan sekitarnya. Jarak keduanya sekitar 5 Km. Betoro Katong sendiri adalah orang pertama yang

membuka atau melakukan babat alas dan dikenal sebagai adipati/bupati pertama kabupaten

Ponorogo. Beliau juga diyakini sebagai orang yang melakukan penyebaran agama Islam

 di Ponorogo yang sebelumnya lebih banyak menganut agama Hindu dan Budha.

Napak tilas dilakukan dengan mengarak 3 pusaka Batoro Katong dari Kompleks Makam

 Batoro Katong menuju alun-alun di pusat kota.

Ketiga pusaka tersebut adalah Payung Tunggul Naga, Tobak Tunggul Wulung dan Cindi

(ikat pinggang) Puspito. Napak tilas tersebut juga diikuti iring-iringan kendaraan hias layaknya

 sebuah karnaval.Komplek Makam Betoro Katong yang berada di Desa Setono, Kec Jenangan,

Ponorogo banyak didatangi masyarakat untuk berdoa, khususnya di 1 Suro.

Juru Kunci Makam Betoro Katong, Sunardi (56 tahun). Beliau merupakan keturunan ke-13 dari

 Betoro Katong dan sejak 1987 menjadi juru kunci makam pendahulunya tersebut.

 " title="Juru Kunci Makam Betoro Katong, Sunardi (56 tahun).

 Beliau merupakan keturunan ke-13 dari Betoro Katong dan sejak 1987 menjadi juru

 kunci makam pendahulunya tersebut.

  Sejarah Poraki Sanata Maria
Sejak tahun 1947, telah ada orang Katolik di Kabupaten Ponorogo. Ialah Tarsisius Saleh

Padmowardoyo dan Benediktus Supangat, kakak beradik yang berasal dari Sukoharjo, Jawa Tengah.

Tanggal 8 Desmber 1950, datang lagi dua orang simpatisan Katolik dari Wonogiri, Jawa Tengah.

 Mereka adalah Stefanus Liem Thiam Sing (Hendro Tamtomo) dengan kakaknya, Loen.

Mereka kemudia dipermandikan di Gereja St. Cornelius, Madiun.

 Namun tak lama kemudian, Ibu Loen pindah ke Surabaya. Pada Tahun 1952 kembali hadir dua

 keluarga baru, yaitu R. Kusnaryo dari Ngawi dan R. Linuwih dari Muntilan.

Jadi, saat itu ada lima keluarga Katolik di Ponorogo.



  Tahun 1951, para misionaris Conggregasi Missi mulai berkarya di Ponorogo.

 Mereka adalah Rm. I. Dwijosusastro, CM bersama Rm. H. Windrich, CM. Mereka melayani

umat hingga tahun 1955. Umat Katolik pun bertambah sedikit-sedikit. Rm. I. Dwijosusastro sempat

 digantikan oleh Rm. J. Van Steen, CM.



  Pada saat Rm. J. Van Steen, CM berkarya di Ponorogo, ada beberapa hal yang menonjol, ialah:



1. Membuka Taman Kanak-Kanak St. Melania. Saat itu pengelolaanya diserahkan kepada

  Ibu Surasih dari Madiun (Agustus 1955)

2. Membuka Sekolah Rakyat St. Maria. Saat itu pengelolaannya diserahkan kepada

  Bp. YB. Sarjono. (Agustus 1955)

3. Membuka Sekolah Menengah Pertama Katolik Slamet Riyadi di lokasi Sekolah Rakyat.

  Saat itu pengelolaannya diserahkan kepada Bp. Sudiyono dan wakilnya

  Bp. Sujindro (asli Muntilan)

4.Membuka Balai Pengobatan di Jalan Sun Yat Sen (sekarang Jalan Jend. Sudirman)

  di rumah milik Tan Sun Tjip.



  Pada tahun 1956 hingga 1961 Rm. NPJ. Boonekamp,CM mengantikan Rm. J. Van Steen,

  CM. Karya Rm. Boonekamp, CM masih meneruskan karya pendahulunya.

  Atas desakan Rm. Kumorowijoyo,

  Pr yang saat itu menjabat sebagai Pengurus Yayasan Pusat Yohanes Gabriel di Surabaya,

  maka Rm. NPJ. Boonekamp, CM mendirikan gedung baru untuk SMP Slamet Riyadi

  karena saat itu masih satu lokai dengan SR St. Maria.



  Pada tahun 1963, dilaksanakan peletakan batu pertama pembangunan gedung SDK St. Maria

  dan diresmikan tahun 1964 oleh Uskup Surabaya, Mgr. Johanes Kloster,

  CM. Pengelolaan sekolah, saat itu ditangani oleh Bp. Natanael Soeparman.



  Saat itu didirikan pula gedung Balai Pengobatan dan Panti Bersalin Panti Bagija.

  Polikliknya terletak di Jl. Raden Saleh dikelola oleh Ibu Agustin Sukartiyem atau

  Ibu Agustin Sumarno.

  Beliau bertindak sebagai bidan merangkap pemimpin.

  Beliau dibantu oleh Ibu Kartiyati dan Ibu Th. Surtiyati atau Ibu Sardjono.

 

  Pada saat itu, para imam yang sering melakukan pelayanan di Ponorogo adalah:

  Rm. AY. Dibyokaryono, Pr,Rm. Nieesen, CM, Rm. Paul Jansen, CM, Rm.

  Bartles, CM, Rm. A. Reinsover, CM. Kehadiran para imammendukung karya kerasulan

  Gereja yang telah berjalan sehingga pertumbuhan jumlah umat pun meningkat.

  Perkembangan itu meluas ke bagian selatan kota Ponorogo.

  Para misionaris mengembangkan karyanya di Stasi Slahung dan Ngrayun.

  Karena saat itu terjadi wabah penyakit HO.



  Sekitar tahun 1962 hingga tahun 1965, mahasiswa dari Akademi Kateketik Indonesia

  diundang ke Ponorogo, karena masyarakatnya terserang penyakit HO. Mereka membantu

  meneruskan bantuan berupa bahan pangan seperti jagung, bulgur, susu, minyak goreng

  dan obat-obatan.

  Mereka didukung oleh Rm. Paul Jansen dari Madiun.



  Saat itu, kepala parokinya adalah Rm. Tandyo Kusumo, CM (Kho Sie Thjun).

  Pada tahun 1966, Rm. Carlo Del Gobo, CM mulai memikirkan membeli tanah untuk dibangun

  gedung gereja.



  Sekitar tahun 1967-1969,Rm. Sebastiano Fornasari, CM datang ke Ponorogo. Ia membuka

  stasi baru di wilayah Klepu, Sooko.



 Pada tahun 1970, beliau melakukan pembangunan gedung gereja di atas tanah wakaf

 dari Bp. Soemakun, kepala desa Klepu yang menjadi cikal bakal umat Katolik Stasi Klepu.



  Pada tahun 1969, Rm. Silavano Ponticelli, CM mengantikan Rm. Fornasari Sebastiano,

  CM. Sejak saat itu, Ponorogo berusaha memisahkan diri sebagai Paroki. Tepatnya pada

  bulan Desember 1969,Ponorogo secara administratif menjadi Paroki. Tahun 1970 dimulailah

  pembangunan gedung Gereja St. Maria. Dan akhirnya tanggal 23 Juli 1971 gedung baru

  Gereja St. Maria, Ponorogo diresmikan oleh Mgr. J. Kloster bersama Bapak Bupati Kepala

  Daerah Ponorogo, Bp. R. Soedono Soekirdjo.



  Beberapa karya Rm. Silvano Ponticelli, CM yang patut disebut antara lain:



1. Membangun gedung Gereja St. Maria, Ponorogo, di Jalan Gajah Mada 45 yang sampai

  sekarang masih dipakai untuk perayaan ekaristi dan ibadat

2. Membeli tanah bersebelahan dengan tanah milik Bp. Fx. Djalal Pambudi yang terletak

  di Jl. Wikrana Werdana, seluas 700 m2

3. Membeli tanah untuk mendirikan balai pengobatan di Gemaharjo, Selatan Slahung

4. Membangun gedung gereja di Stasi Slahung yang lokasinya satu kapling dengan gedung

  SMPK Harapan, Slahung

5. Membeli tanah untuk rencana pendirian kapel, sub Stasi Slahung di Ngumpul, Balong

  (sampai sekarang rencana itu tidak terlaksana)

6. Membeli tanah untuk mendirikan kapel di Ngrayun.



  Saat berkarya di Paroki St. Maria, Ponorogo, Rm. Ponticelli dibantu oleh Rm.

  Fx. Urotosastro, Pr. Ketika Rm. Ponticelli cuti ke negaranya, Italia, beliau digantikan sementara

  oleh Rm. Valentino Bosio, CM.



  Sumber : Dinas Pariwisata Kab.Ponorogo

2 komentar:

  1. Mas saya anaknya pak Pangat dan anda membuat sejarah yg salah, bapak saya pak Pangat dan pakde saleh bukan dr sukoharjo tp asli Ponorogo...tolong diperbaiki ya...

    BalasHapus
  2. Informasi Anda sekaligus Ralat. Trimakasih..

    BalasHapus